Oral
seks, yang tidak dijumpai secara tegas dalam hadith, menjadi bahasan
tersendiri dalam seksologi Islam. Apakah oral seks (seks menggunakan
mulut iaitu dengan menghisap atau menjilat kemaluan isteri atau mengulum
kemaluan suami) diperbolehkan dalam Islam? Secara tegas dilarang, atau
ada syarat-syarat dan batasan tertentu yang menjadikannya halal atau
haram?
Ketiadaan nas yang sahih inilah yang membuat para ulama berbeda pendapat mengenai oral seks. Sebahagian ulama memperbolehkan kerana tidak ada dalil yang melarangnya.
“Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu dari mana saja kamu kehendaki” (QS. Al Baqarah ayat 223)
Namun, sebahagian ulama lainnya menghukuminya makruh atau melarangnya dengan beralasan menjaga kehormatan (muru’ah), oral seks menjijikkan, dan tidak termasuk menjaga kemaluan seperti ciri orang yang beriman: ’alaa furuujihim yuhaafidhuun..
Perbedaan pendapat ini dan semakin banyaknya pertanyaan tentang oral seks membuat para ulama muta’akhirin berijtihad dalam masalah ini lebih detail. Dari ijtihad itulah kemudian didapatkan fatwa seputar hukum oral seks ini.
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Dalam buku Sutra Ungu, Abu Umar Basyir mengutip jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya tentang oral seks. Beliau menjawab, “Itu perilaku kurang bagus, namun hukumnya boleh-boleh saja.”
Fatwa Syaikh Mukhtaar As Sinqithi
Dikutip dari buku yang sama, Syaikh Mukhtaar As Sinqithi menyatakan mubah secara mutlak, karena hukum asal dari segala cara berhubungan seks adalah halal. Tentu catatannya, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Fatwa Syaikh As Saami Ash Shuqair
Menurut murid utama Syaikh Shalih bi Utsaimin ini, oral seks hukumnya mubah asal tidak sampai menjilat madzi. Jika sampai menjilat cairan najis itu, maka hukumnya haram. Meski mubah, Syaikh ini memberikan catatan: “hanya saja, kami merasa jijik (dengan oral seks itu)”.
Fatwa Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin
Ketika ditanya oral seks, beliau menjawab, “Boleh, namun dimakruhkan. Karena asalnya suami istri boleh bersenang-senang satu dan lainnya, menikmati seluruh badan pasangannya kecuali jika ada dalil yang melarang. Boleh antara suami istri menyentuh kemaluan satu dan lainnya dengan tangannya dan memandangnya. Akan tetapi, mencium kemaluan semacam itu tidak disukai oleh jiwa karena masih ada cara lain yang lebih menyenangkan.”
Fatwa Syaikh Yusuf Al Qardhawi
Dikutip dari buku Bahagianya Merayakan Cinta, Syaikh Yusuf Al Qardhawi berfatwa bahwa oral seks diperbolehkan dengan syarat menghindari madzi agar tidak terjilat atau tertelan, serta memperhatikan kebersihan mulut dan kemaluan karena jika tidak terjaga kebersihannya, terdapat potensi bakteri yang membahayakan kesehatan.
Kesimpulan:
Oral seks boleh dilakukan –khususnya untuk foreplay- dengan syarat tidak sampai menjilat madzi atau menelannya, menjaga kebersihan mulut dan kemaluan, dan disepakati oleh suami istri (tidak jijik salah satunya). Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]
Ketiadaan nas yang sahih inilah yang membuat para ulama berbeda pendapat mengenai oral seks. Sebahagian ulama memperbolehkan kerana tidak ada dalil yang melarangnya.
“Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu dari mana saja kamu kehendaki” (QS. Al Baqarah ayat 223)
Namun, sebahagian ulama lainnya menghukuminya makruh atau melarangnya dengan beralasan menjaga kehormatan (muru’ah), oral seks menjijikkan, dan tidak termasuk menjaga kemaluan seperti ciri orang yang beriman: ’alaa furuujihim yuhaafidhuun..
Perbedaan pendapat ini dan semakin banyaknya pertanyaan tentang oral seks membuat para ulama muta’akhirin berijtihad dalam masalah ini lebih detail. Dari ijtihad itulah kemudian didapatkan fatwa seputar hukum oral seks ini.
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Dalam buku Sutra Ungu, Abu Umar Basyir mengutip jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya tentang oral seks. Beliau menjawab, “Itu perilaku kurang bagus, namun hukumnya boleh-boleh saja.”
Fatwa Syaikh Mukhtaar As Sinqithi
Dikutip dari buku yang sama, Syaikh Mukhtaar As Sinqithi menyatakan mubah secara mutlak, karena hukum asal dari segala cara berhubungan seks adalah halal. Tentu catatannya, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Fatwa Syaikh As Saami Ash Shuqair
Menurut murid utama Syaikh Shalih bi Utsaimin ini, oral seks hukumnya mubah asal tidak sampai menjilat madzi. Jika sampai menjilat cairan najis itu, maka hukumnya haram. Meski mubah, Syaikh ini memberikan catatan: “hanya saja, kami merasa jijik (dengan oral seks itu)”.
Fatwa Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin
Ketika ditanya oral seks, beliau menjawab, “Boleh, namun dimakruhkan. Karena asalnya suami istri boleh bersenang-senang satu dan lainnya, menikmati seluruh badan pasangannya kecuali jika ada dalil yang melarang. Boleh antara suami istri menyentuh kemaluan satu dan lainnya dengan tangannya dan memandangnya. Akan tetapi, mencium kemaluan semacam itu tidak disukai oleh jiwa karena masih ada cara lain yang lebih menyenangkan.”
Fatwa Syaikh Yusuf Al Qardhawi
Dikutip dari buku Bahagianya Merayakan Cinta, Syaikh Yusuf Al Qardhawi berfatwa bahwa oral seks diperbolehkan dengan syarat menghindari madzi agar tidak terjilat atau tertelan, serta memperhatikan kebersihan mulut dan kemaluan karena jika tidak terjaga kebersihannya, terdapat potensi bakteri yang membahayakan kesehatan.
Kesimpulan:
Oral seks boleh dilakukan –khususnya untuk foreplay- dengan syarat tidak sampai menjilat madzi atau menelannya, menjaga kebersihan mulut dan kemaluan, dan disepakati oleh suami istri (tidak jijik salah satunya). Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan