Ustaz Abu Muhammad Harits,
|
17 Jul 2013
|
Rasulullah SAW berangkat dari Makkah pada hari Sabtu di bulan Syawwal tahun ke-8 hijrah.
Menyusun barisan Muslimin
Setelah
mendekati wilayah pertahanan musuh, Rasulullah SAW mulai menyusun
barisan para sahabatnya dan menyerahkan bendera kepada beberapa orang
Muhajirin dan Anshar:
i. Bendera Muhajirin dipegang oleh ‘Ali bin Abi Thalib RA
ii. Bendera juga dipegang oleh ‘Umar bin Al-Khaththab RA
iii. Satu bendera diserahkan kepada Sa’d bin Abi Waqqash RA
iv. Bendera Khazraj dipegang oleh Hubaib bin Al-Mundzir RA
v. Sedangkan bendera Aus dipegang oleh Usaid bin Hudhair RA
Rasulullah
SAW juga menyusun barisan kabilah-kabilah ‘Arab dan menyerahkan bendera
kepada mereka. Pada waktu itu beliau mengenakan dua lapis baju perang,
topi besi, dan menaiki baghalnya. Di bahagian depan pasukan, beliau
menempatkan Khalid bin Al-Walid RA.
Sementara itu, Malik bin ‘Auf
mengirimkan mata-matanya mengintai kekuatan kaum muslimin bersama
Rasulullah SAW. Para pengintai itu kembali dalam keadaan ketakutan dan
menyarankan agar pasukan Hawazin kembali. Malik menjadi marah dan
menuduh mereka pengecut serta menahan mereka di dekatnya agar tidak
menimbulkan keresahan di tengah-tengah pasukan.
Serangan mendadakBegitu
tiba di Hunain dan mulai menyusuri lembah, masih dalam keremangan
subuh, pasukan Hawazin secara serempak dan tiba-tiba menyerang kaum
muslimin yang belum bersiap sepenuhnya. Ternyata pasukan Hawazin telah
bersembunyi lebih dahulu di balik-balik bukit lembah Hunain. Mereka
betul-betul menjalankan strategi Duraid bin Ash-Shimmah untuk melakukan
serangan mendadak dan serempak.
Mendapat serangan mendadak ini,
meskipun tersentak, kaum muslimin dapat juga melakukan pembalasan dan
menyerang mereka dengan hebat. Akhirnya pasukan musuh kewalahan dan
melarikan diri serta meninggalkan kaum muslimin dengan ghanimah yang
cukup banyak. Kejadian ini mungkin persis dengan peristiwa Uhud, sebelum
mereka dihabisi oleh pasukan berkuda yang ketika itu dipimpin oleh
Khalid bin Al-Walid.
Kaum muslimin akhirnya sibuk dengan
ghanimah, lupa jalannya pertempuran dan lengah, padahal musuh belum
ditumpas seluruhnya, dan mereka masih bersembunyi.
Melihat
keadaan ini, pasukan musuh mulai melancarkan serangan mematikan. Ratusan
panah dan tombak bahkan batu-batu meluncur bagai hujan yang sangat
deras menyerang kaum muslimin. Jeritan kematian berkumandang, pekik
kesakitan terdengar riuh. Sebagian pasukan muslimin melarikan diri
meninggalkan gelanggang pertempuran. Mereka terus berlari kucar-kacir
meninggalkan Rasulullah SAW dengan beberapa sahabatnya, di antaranya
Abu Bakr dan ‘Umar RA. Sementara itu, tali baghal beliau dipegang oleh
saudaranya Abu Sufyan bin Al-Harits bersama ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib
RA.
Pasukan kaum muslimin semakin terdesak. Kekalahan mulai membayang. Allah SWT berfirman menceritakan peristiwa ini:
“Sesungguhnya
Allah telah menolong kamu (wahai para mukminin) di medan peperangan
yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, iaitu ketika kamu menjadi
bongkak kerana banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak
memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa
sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.” (Surah at-Taubah : ayat 25)
Pasukan berkuda Bani Sulaim mulai tercerai-berai, lari meninggalkan Nabi SAW lalu diikuti orang-orang Makkah dan yang lainnya.
Nabi
SAW sendiri mengambil posisi di sebelah kanan sambil memanggil: “Wahai
kaum muslimin, ke sini! Aku Rasulullah. Aku Muhammad bin ‘Abdullah!”
Tapi tak ada yang menoleh. Orang-orang berlarian, kecuali beberapa
gelintir sahabat dan ahli bait beliau, seperti ‘Ali, ‘Abbas, Abu Sufyan,
Fadhl bin ‘Abbas, dan lainnya.
Di saat yang genting itu,
orang-orang yang masih menyimpan dendam terhadap Rasulullah SAW mencoba
mengambil kesempatan untuk membunuh beliau diam-diam.
Ibnu Ishaq mengisahkan dalam Sirahnya:
Syaibah
bin ‘Utsman Al-Hajibi bercerita: “Setelah pembebasan kota Makkah, aku
ikut bersama Quraisy menuju Hawazin, dengan harapan dapat membunuh
Muhammad SAW, agar akulah yang menuntaskan dendam Quraisy. Aku katakan:
‘Seandainya tidak tersisa satupun Arab dan ajam melainkan mengikutinya,
nescaya aku tetap tidak akan mengikutinya, selama-lamanya’.”
Setelah
kedua pasukan mulai saling serang, aku pun menghunus pedang sambil
mendekati Rasulullah SAW. Ketika aku menghayunkn pedang, tiba-tiba api
menyambar bagai kilat. Aku menutupi mata karena takut melihat api
tersebut. Rasulullah SAW menoleh ke arahku lalu memanggilku: “Wahai
Syaib, kemarilah!”
Aku pun menghampiri baginda lalu Nabi SAW mengusap dadaku dan berdoa: “Ya Allah, lindungilah dia dari syaitan.”
Sungguh,
demi Allah. Saat itu juga baginda bertukar menjadi orang yang lebih aku
cintai dari penglihatan dan pendengaranku serta diriku sendiri.
“Kemarilahlah
dan seranglah musuh-musuh itu,” kata beliau. Aku pun maju menyerang dan
sungguh, seandainya aku bertemu ayahku waktu itu juga tentu aku
tikamkan pedangku ke tubuhnya.
Akhirnya, aku pun selalu bersama
baginda sehingga pasukan berkumpul kembali. Aku mendekatkan baghal
kepada Rasulullah SAW hingga beliau duduk di atasnya. Beliau pun
bergabung dengan pasukan muslimin.
Ketika aku masuk ke dalam
khemah baginda, Nabi SAW berkata kepadaku: “Wahai Syaib, apa yang
diinginkan Allah untuk dirimu lebih baik daripada apa yang engkau
inginkan untuk dirimu sendiri.”
Keberanian Rasulullah SAWRasulullah
SAW yang dalam peperangan selalu di barisan depan, berseru memanggil
para sahabatnya: “Wahai kaum muslimin, kemari! Aku Muhammad bin
‘Abdillah.”
Tetapi tidak ada yang menoleh memerhatikan beliau.
Setiap orang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dari serangan
mendadak yang dilancarkan pasukan Hawazin. Kaum muslimin betul-betul
bercerai-berai. Jumlah banyak yang mereka banggakan tak sedikitpun
menolong.
Memang kenyataannya demikian. Kemenangan dalam sebuah
pertempuran bukan ditentukan oleh jumlah kekuatan dan perbekalan serta
keahlian perang semata. Allah SWT berfirman, maksudnya:
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.” (Surah al-Baqarah : ayat 249)
Kemenangan dan pertolongan itu murni dari sisi Allah SWT. Allah SWT berfirman, maksudnya:
“Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Surah ali-Imran : ayat 126)
Dengan
diapit Abu Sufyan dan ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib RA, Rasulullah SAW
terus menuju ke arah barisan pertahanan musuh. Bahkan dengan sengaja
beliau berseru lantang:
“Aku adalah Nabi, bukan pendusta! Aku putra ‘Abdul Muththalib!”
Pernyataan
ini membuat beliau menjadi sasaran empuk panah dan tombak musuh yang
menyerbu dengan derasnya. Kerana seruan beliau ini seolah-oleh
memberitahukan kepada musuh siapa dan di mana kedudukan beliau. Pasukan
musuh yang memang bercita-cita melenyapkan beliau dan menumpas dakwah
beliau mengarahkan panah serta tombak mereka kepada beliau.
Derasnya
panah dan tombak musuh tidak membuat luntur semangat beliau. Bahkan
beberapa sahabat yang menyertai beliau semakin merapat ke dekat beliau.
Kemenangan sesudah kekalahan
Allah SWT berfirman:
“Kemudian
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang
yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada
melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir.” (Surah at-Taubah : ayat 26)
Melihat
pasukan muslimin semakin lemah, Rasulullah SAW memerintahkan ‘Abbas
untuk berseru lantang: “Wahai ‘Abbas, panggil para pengikut Bai’at
Ridhwan (Ash-habus Samurah).”
‘Abbas mulai berseru: “Wahai
orang-orang Anshar yang menampung dan membela. Wahai kaum Muhajirin yang
bersumpah setia di bawah pohon. Ini Muhammad masih hidup, kemari!”
‘Abbas mengulangi seruannya: “Wahai Ash-habus Samurah. Wahai penghafal Surah al-Baqarah!”
Teriakan
‘Abbas menggema mengalahkan dentingan pedang dan tombak yang beradu.
Menembus ke dalam jantung mereka yang mengerti erti panggilan itu.
Serta-merta
dengan izin Allah SWT, terbangkitlah semangat kaum muslimin. Bagaikan
sapi betina yang meradang melihat anaknya terancam bahaya, perajurit
muslimin berbalik menyambut seruan ‘Abbas: “Labbaik, labbaik.”
Mereka
yang berada di atas kuda dan untanya berusaha membelokkan unta dan
kudanya ke arah Rasulullah SAW yang berada di tengah-tengah kepungan
musuh.
Kuda dan unta itu menolak kembali bersama tuannya.
Akhirnya, mereka lemparkan pedang, tombak dan perisai ke tanah, lalu
mereka lepaskan tunggangan mereka. Sedangkan mereka segera berlari
mengikuti suara ‘Abbas menembus kepungan musuh terhadap Rasulullah SAW.
Perlahan
tapi pasti, mulai terkumpul kembali seratus orang di sekitar Rasulullah
SAW. Rasulullah SAW memungut beberapa butir batu lalu melemparkannya
ke arah musuh sambil berkata: “Wajah-wajah buruk.” Muka yang terkena
lemparan menjadi hitam. Perang semakin memuncak.
Ternyata pasukan musuh tidak berani berhadapan langsung dengan pasukan kaum muslimin. Keadaan bertukar.
Pasukan
muslimin yang tadi melarikan diri, mulai merapat ke arah Rasulullah
SAW. Pertempuran sengit semakin berkobar. Satu demi satu korban dari
pihak musuh mulai bertambah. Ali bin ‘Abi Talib RA menewaskan lebih dari
40 orang. Sementara Khalid bin Al-Walid RA terluka cukup berat.
Kali
ini, Malik bin ‘Auf dan pasukannya benar-benar terdesak. Kekalahan
mulai nampak. Mental pasukannya sudah jatuh. Akhirnya mereka melarikan
diri meninggalkan harta dan keluarga mereka. Jatuhlah ke tangan kaum
muslimin ribuan tawanan perang yang terdiri daripada anak-anak dan kaum
wanita. Juga puluhan ribu ternak terdiri dari 40,000 ekor unta dan
ribuan ekor kambing serta ribuan uqiah perak.
Setelah menempatkan
ghanimah tersebut di tempat yang aman, mulailah kaum muslimin
menyiapkan senjata untuk mengejar musuh yang melarikan diri.
Kaum
musyrikin yang dipimpin Malik bin ‘Auf berlari menuju Thaif dan
menyusun pasukan di Authas. Ketika mereka di Authas, Rasulullah SAW
mengirim pasukan dipimpin oleh Abu ‘Amir Al-Asy’ari. Terjadi pertempuran
dan Abu ‘Amir terkena panah musuh dan gugur sebagai syahid.
Bendera pasukan dipegang oleh Abu Musa Al-Asy’ari. Dia pun memerangi mereka dengan hebat dan Allah SWT pun memenangkan mereka.
Malik bin ‘Auf terus melarikan diri berlindung ke benteng Tsaqif.
Membahagi ghanimahSengaja
Rasulullah SAW menunggu beberapa hari dengan harapan ada pihak Hawazin
yang datang masuk Islam, meminta tawanan dan harta mereka. Namun sudah
ketetapan Allah SWT bahawa ghanimah berupa harta itu menjadi hak kaum
muslimin. Kemudian mulailah Rasulullah SAW membagikan ghanimah yang
diperoleh dalam perang Hunain itu.
Beliau memberi harta itu
kepada orang-orang yang dilunakkan hati mereka kepada Islam. Abu Sufyan
diberi seratus ekor unta dan 40 uqiyah perak. Dia berkata: “Puteraku
Yazid?” Kata Rasulullah SAW: “Beri dia seratus ekor unta dan 40 uqiyah
perak.” Abu Sufyan menukas: “Anakku, Mu’awiyah?”
Akhirnya
Mu’awiyah juga menerima jumlah yang sama. Setelah itu, beliau memberi
Hakim bin Hizam seratus ekor unta dan dia minta seratus lagi, beliau
memberinya. Kemudian An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah menerima seratus
ekor unta. Kemudian beberapa orang lainnya dari pembesar Quraisy.
Ghanimah yang dibagikan itu hampir mencapai 14,850 ekor unta, yang
diambil dari khumus.
Termasuk yang ada dalam ghanimah tersebut
adalah Asy-Syaima`, saudara perempuan Rasulullah SAW satu susuan.
Ketika dia dihadapkan kepada Rasulullah SAW, dia menerangkan siapa
dirinya. Rasulullah SAW bertanya kepadanya apa tanda buktinya.
Asy-Syaima` mengatakan bahwa di bahagian punggungnya masih ada bekas
gigitan Rasulullah SAW ketika dia dahulu menggendong beliau. Setelah
beliau mengenalnya, beliau menghormatinya, membentangkan kainnya dan
mendudukkannya di atas kain itu lalu memberinya pilihan.
Asy-Syaima`
masuk Islam dan memilih pulang ke kampung halamannya. Oleh Rasulullah
SAW, dia diberi sepasang budak yang kemudian mereka nikahkan. Wallahu
a’lam.
Setelah itu beliau perintahkan Zaid bin Tsabit menghitung
kambing dan jumlah pasukan. Baru kemudian beliau bahagikan kepada
pasukan. Setiap orang menerima empat ekor unta dan 40 ekor kambing.
Kalau dia dari pasukan berkuda, dia menerima 12 ekor unta dan 120 ekor
kambing.
http://www.salafy.or.id